MANUSIA MULTI DIMENSI
Malam ini bulan beserta staf-staf nya bintang-bintang
merambah semua sudut langit raya. Hewan-hewan malam seperti walang kerik dan
serangga lainnya mengisi konser orkestra gegap gempita. Rendra termenung karena
besok adalah hari pengumuman kelulusan sekolahnya. Di atas kasur busa yang
sudah gepeng Rendra menaruhkan kepalanya dibantal yang kerasnya seperti batu
karena isinya adalah kain perca yang sudah tidak terpakai.”Bagaimana besok jika
Aku lulus, mau kerja atau kuliah ya, kalo kerja mau kerja dimana, kalo kuliah
uang siapa”. Pertanyaan-pertanyaan yang terngiang-ngiang di isi kepala Rendra.
Saat ini Rendra adalah siswa yang akan memasuki dunia yang baru. Dunia manusia
dewasa menentukan mau menjadi apa dia hidup. Tak menyadari Rendra tertidur, dan
air liur Rendra malam ini bercampur dengan yang tersisa di bantalnya
kemarin“heuheu”.
Matahari mulai mengintip dari ufuk timur, menandakan
kegelapan sudah usai dan cahaya kasih sayang Tuhan akan menyinari bumi Ku.“Kur
tekukur kur” Burung perkutut milik Ayah Rendra pun sudah berbunyi yang
menandakan pagi sudah tiba. “Mas sudah siang loh, ayo bangun” Suara Ibu Rendra
yang bersumber dari luar kamar .”Dengan setengah sadar Rendra yang masih
mengantuk hanya menjawab”Ya Bu, sebentar”. Tak ubahnya Ia bangun dari tidurnya,
Rendra malah tidur kembali. 15 menit berlalu dan Rendra masih tidur pulas. Kali
ini Ibu Rendra membangunkan nya dengan suara yang lebih tinggi”Rendraa
banguuuun sudah siang!” . Mendengar suara Ibunya yang keras Rendra langsung bangun
dan bilang”Siap Bu”. Rendra bergegas untuk masuk ke kamar mandi. Bisa-bisanya
bukannya cepat-cepat untuk mandi Dia malah rangkap kegiatan didalam kamar mandi
yaitu mandi plus bernyanyi. Didalam kamar mandi Dia sambil menyanyi”Bang Toyib
bang Toyib kenapa nggak pulang-pulang. Anak Mu-anak Mu rindu ingin bertemu”.
Setelah mandi Rendra kembali kemarnya lalu memakai seragam putih abu-abu yang tinggal hari ini ia memakainya. Sebelum berangkat sekolah Rendra menemui Ibunya di workstation kesayangan Ibu yaitu dapur. Rendra adalah anak keturunan orang jawa maka dari itu Dia memanggil Ibunya dengan sebutan “Mak’e” . Rendra berpamitan dengan Ibunya yang sedang menggoreng ikan asin “Mak, Rendra berangkat”. “Loh kok langsung berangkat ndak sarapan dulu?”. Rendra menenangkan dan mencium tangan Ibunya “tenang Mak, nanti sarapan disekolah saja, soalnya nanti takut telat ke sekolah”. “Ati-ati ya Dra ke sekolah nanti kalo dinyatakan lulus, kamu jangan ikut pawai-pawai ndak jelas loh”. “ Iya Bu” Rendra dengan mengiyakan permintaan Ibunya. “Oh iya Mak Bapak dimana?” Kata Rendra. “Bapak Mu udah berangkat kesawah Dra”. “Ya udah Mak, Rendra berangkat dulu , assalamualaikum”. “Waalaikumsalam”Ibu Rendra menjawab salam Rendra. Kemudian Rendra meninggalkan dapur workstation kesukaan Ibunya itu.
Rendra mengeluarkan motor Honda Astrea Star keluaran tahun
80-an miliknya. “Grengngengngeng...” suaru motor Rendra yang maco nan elegan.
Dipakai lah helm retro warna hitam yang menambah keserasian gayanya. Di gas lah
motor Rendra dengan tebaran asap knalpot kasih sayang. Di tengah perjalanan
waktu diperempatan sebelum ke sekolahnya Rendra bertemu dengan Totok teman satu
kelas Rendra. Rendra menghentikan motor antiknya “Tok Totok, ayo berangkat
bareng sekolah dengan Aku”. Totok yang lagi sibuk main game dengan gadgetnya
diatas kursi kuning dipinggir perempatan kaget seperti ada yang memanggil
namanya, yang ternyata adalah Rendra teman satu kelas dengan nya. “Ya Ren,
tunggu sebentar” Totok lalu berjalan menghampiri Rendra dan naik motor antik
bergaya retro milik Rendra. Di perjalanan ke sekolah Rendra bertanya pada Totok
“Tok biasanya pakai motor sendiri,memang kemana motor Mu?”Totok masih saja
sibuk bermain game di gadget nya.“Tok,Totok” Rendra dengan nada ngegasnya. Manusia modern khusus anak mudanya memang hobi
bermain gadget hampir minimal satu jam sekali manusia modern atau milenial
membuka gadgetnya, apalagi yang sangat kecanduan dengan game seperti Totok.
“E e.....gimana
Ren, maaf tidak dengar” . Kata Totok kepada Rendra
“Kamu Tok ditanya malah diam aja, Kamu kenapa
Tok tidak bawa motor hari ini”. Pernyataan bernada kesal
“Maaf
Ren namanya juga main game, harus fokus sama gadget. Aku tidak bawa motor
karena tidak diperbolehkan sama orang tua Ku Ren”.
“Memangnya
kenapa Tok?, biasanya juga pakai motor kalo ke sekolah”. Tanya Rendra
keheranan.
“Orang
tua Ku takut Ren, nanti kalo Aku ikut pawai kelulusan ndak jelas”. Klarifikasi
Totok yang di berikan kepada Rendra.
“Oh,
gitu” kata Rendra.
Tak terasa keasyikan mereka berdua membuat mereka tidak sadar
sudah sampai didepan gerbang pintu sekolah. Masuk lah mereka berdua ke dalam
sekolah.Ternyata teman-teman Rendra sudah ada diparkiran sekolah.“Awas-awas
belalang tempur datang”. Kata Giarto salah satu teman Rendra. “Kampret lo To”
jawab Rendra atas ejekan Giarto. “Ndak mau ganti motor Dra, ini sudah bukan
jamannya baby boomers lagi loh, ini sudah jamannya milenial” Giarto mengejek
lagi kepada Rendra. Rendra menjawab dengan elegannya” Ini bukan soal barang
baru atau lama, juga bukan soal motor bagus sama jelek, tapi ini soal cinta
,heuheu....“.
“Pengumuman untuk semua siswa-siswi untuk menuju lapangan
sekolah untuk informasi kelulusan sekolah, terima kasih” suara yang bersumber
dari kantor tata usaha sekolah. Semua siswa memadati lapangan begitu juga
Rendra.Terlihat sepuluh papan tulis dilapangan. Mungkin ini inisiatif dari
pihak sekolah agar siswa dapat memperoleh informasi dengan mudah, dibuatlah 10
papan pengumunan. Rendra dinyatakan oleh pihak sekolah. “Selamat datang pengangguran-pengangguran
baru” gumam Rendra dalam hati. Setelah Rendra mendapat informasi kelulusan
Rendra memutuskan bertemu dengan guru-gurunya dikantor sendiri. Semua Siswa -
siswi hanyut dengan irama kebahagian mereka sampai lupa berterima kasih kepada para
guru-guru mereka. Berbeda dengan Rendra yang mengutamakan rasa berterima kasih
yang tidak lain tidak bukan kepada orang tua nya disekolah yaitu Bapak Ibu
guru. Rendra adalah jalan sunyi di gegap gempita jaman.
Rendra masuk ruang kantor sekolah yang berisi puluhan guru di
sekolah nya. Rendra bersalaman dengan semua guru yang berada disana. “ Terima
kasih ya Bu, telah membimbing Rendra, Rendra lulus juga berkat Ibu guru dan
Bapak guru” ucapan Rendra kepada salah satu Ibu guru yang berada di kantor sekolah
tersebut. Dan Ibu guru menjawab “Iya Ren, Kamu berbeda ya dengan teman-teman
Kamu. Mereka pada seneng-seneng diluar sekolah Kamu malah datang kemari untuk
berterima kasih kepada Kami(Guru)”.
Setelah dari ruang kantor sekolah Rendra diajak oleh Giarto
untuk pawai kelulusan “Ren, ayo kita pawai dijalan sama temen-temen”. “ Ndak ah
To, Aku ndak di bolehin orang tua Ku” Rendra menolak ajakan dari Giarto. “ Ayo
lah Ren, ini waktu nya kita seneng-seneng setelah sekolah selama 3 tahun” Rayu
Giarto dengan kata-kata indah agar Rendra terhanyut didalamnya. Tetapi Rendra
masih teguh dengan pendiriannya “Nggak ah To, Aku pokoknya nggak ikut”. “Kamu
nggak asik Ren” Kata Giarto meninggalkan Rendra. Ternyata sekolah modern hanya
membebani para siswa-siswinya, hingga mereka merasa harus ada yang di limpahkan
, melampiaskan karena sudah tiga tahun berkutat dengan buku-buku.
Rendra akhirnya memutuskan untuk pulang untuk mengabarkan
kelulusan dirinya pada sang Ibu di rumah. Saat Rendra perjalanan pulang banyak
siswa-siswi yang membanjiri jalan - jalan. Entah kapan dan persisnya budaya
corat - coret, pawai ini dimulai. Semua siswa - siswi sekolah teman Rendra
hanyut dengan kebahagian semu dunia. Entah apa yang membuat para siswa - siswi
seperti macan yang keluar kandang nya. Sebenarnya semua yang terjadi pawai
corat-coret baju adalah output dari pendidikan dinegeri antah-berantah tempat
tinggal Rendra. Sekolah diperadaban Rendra memang hanya mengurusi pintar, pendidikan
tidak mengurusi akhlak, tingkah laku dari siswa - siswinya. Sekolah modern
dikhusus kan untuk training calon - calon buruh , calon - calon pegawai,
pekerjan yang memenuhi kriteria dari Industri. Tetapi anehnya dinegeri antah -
berantah di peradaban Rendra walaupun sekolah sudah dikhusus kan untuk memenuhi
kriteria sebagai pegawai - pegawai industri masih saja sulit untuk mendapatkan
pekerjaan.
Saat sampai pada perempatan menuju ke rumah Rendra ada anak
sekolah yang lagi pawai tertabrak truk. Tetapi Rendra tidak memperdulikan siapa
yang tertabrak truk itu. Karena bagi Rendra
memang bukan seperti itu merayakan sebuah kelulusan sekolah. Salah satu
sebab yang lain membuat Rendra tidak menggubris kecelakaan itu adalah ingin
segera sampai rumah dan mengabarkan kelulusan pada orang tuanya. Padahal yang
tertabrak truk adalah teman Rendra Giarto yang sebelumnya mengajak Rendra untuk
merayakan kelulusan. “Aduh.....kaki Ku, astagfirullahal’adim ” rintih Giarto
yang masih sedikit tersadar dan ternyata kaki nya sebelah kiri patah.
Sampailah Rendra dirumah, langsung saja Rendra mencari kedua
orang tua nya “Assalamualaikum, Bu Bapak?”. Ibu dan Bapak Rendra ternyata
sedang makan diruang makan. Bapak Rendra yang mendengar pertama suara teriakan
Rendra kaget dan menjawab “Waalaikumsalam, gimana Ren?”. “Pak Bu, Rendra
dinyatakan lulus oleh pihak sekolah” Jawaban Rendra sambil menarik nafas
kelelahan karena lari saat mencari kedua orang tuanya. “Alhamdulillah, ayok
makan dulu” Bapak Rendra mempersilahkan Rendra untuk makan. Sepertinya kedua
orang tua Rendra tidak terlalu antusias dengan kabar kelulusan Rendra. Karena
memang bukan kelulusan hal yang berarti untuk orang tua Rendra. Yang terpenting
bagi orang tua Rendra adalah Rendra tidak ikut pawai tidak jelas dan pulang dengan
selamat.
Keesokan harinya pagi sangat cerah Rendra diajak oleh
Bapaknya ke sawah. Waktu mereka makan Bapak Rendra berkata “Ren, kamu kan sudah
tidak sekolah sambil mencari pekerjaan pagi ini kamu ikut bapak disawah ya?”.
“Emangnya kita ngapain nanti disawah Pak?” tanya Rendra yang memang dari kecil
tidak diperbolehkan kesawah oleh orang tuanya agar fokus sekolah. “Nanti
pokoknya kamu ikut saja Ren, agar kamu mengerti caranya menjadi petani pasti
kamu seneng” sahut Bapaknya yang memang memberi tantangan untuk Rendra. Petani
memang ingin anak nya tidak seperti mereka, karena menjadi petani itu tak
seenak pekerjaan yang lain. Petani tidak ada yang menggaji, kadang malah tidak
dapat apa – apa karena gagal panen. Apalagi hidup di negeri antah berantah yang
pemerintahnya tidak memperdulikan masyarakatnya sama sekali. Dinegeri yang
sangat sabar masyarakatnya yang dimana memberikan pekerjaan untuk wakil –
wakilnya di parlemen. Wakil rakyat yang tidak pernah bertanya kepada rakyatnya
tentang apa yang harus diwakilkan. Dimana semua mementingkan hawa nafsu nya
untuk mengatur semua police – police (kebijakan – kebijakan) agar mereka legal
melakukan eksploitasi apa pun dinegeri tempat Rendra tinggal.
Waktu Rendra dan Ibu nya masih makan, Bapak Rendra susah menyiapkan
apa yang harus digunakan seperti pupuk urea, ember besar buat air yang akan
digunakan menyirami tanaman jagung. Setelah semua siap dan sudah ditaruh diatas
motor Rendra lalu dipanggil oleh Bapaknya “ Ren ,ayo kita berangkat”. “Iya Pak
sebentar, Aku ambil topi” Rendra lari kekamarnya dan mengambil topi yang
bertuliskan ‘SMA N 1 Kalisari’ yang digunakan Rendra biasanya di upacara
sekolah, dan sekarang digunakan untuk upacara disawah dengan siap gerak.
Untuk ke sawah yang di punyai oleh Bapak Rendra yang jaraknya
kurang lebih 12 km naik motor dan setelah memakirkan sepeda motornya Rendra dan
Bapak nya harus berjalan kaki sekitar 20 menit. Diperjalanan Rendra melewati
pohon – pohon seperti pohon jati, trembesi, mahoni dan tidak lupa para burung –
burung yang membersamai Rendra ke sawah. “Pak ternyata jauh ya perjalanan
kesawah kita, kita istirahat dulu” kata Rendra merengeh. “Kamu jangan lemah Ren
menjadi laki – laki itu harus kuat, lagi pula sawah kita sudah kelehatan kok”
Bapak Rendra memberikan motivasi kepada anak kesayangannya itu.
Sampai
lah Rendra dengan banyak nya disawah miliknya. Terlihat tanaman jagung yang
tingginya hampir sebahu orang dewasa, kira- kira 1 m yang dimana ini adalah
waktu terakhir untuk menyirami tanaman jagung ini. “Ren ayah yang ambil airnya
ke ember nanti kamu yang siram ke tanaman jagungnya ya”. Rendra dengan masih
tidak percaya harus menyirami tanaman jagung yang bergitu lumayan luas “Ini
beneran Pak, kita menyirami semua tanaman jagung ini?” . “Sudah Ren, yang
penting kamu kerjakan nanti selesai sendiri” Bapak Rendra memotivasi anaknya
yang memang generasi milenial yang sering berkutat dengan gadget bukan dengan
pacul. “Mana mungkin Aku harus menyirami tanaman yang seluas ini” Rendra dengan
mengeluh. Setelah baru 30 menit Rendra meminta untuk istirahat dulu kepada
Bapak nya. “Pak istirahat dulu ya Rendra capek” rayu Rendra yang memang seperti
nya sudah kelelahan. Bapak Rendra mengejek “ baru aja mulai udah istirahat”.
Rendra mencari tempat yang teduh yaitu pohon kembang turi
putih. Angin yang sepoi – sepoi membelai Rendra, tak terasa Rendra tertidur di
bawah pohon turi putih tersebut. Setelah beberapa jam Bapak Rendra menghampiri
Rendra. Memang milenial tidak kuat jika diajak bekerja secara konvensional,
diajak untuk kerja keras sebentar malah tidur. “ Ren ayo pulang, sudah selesai
menyirami tanaman jagung nya” manggi Rendra yang memang sudah terlelap tidur.
Rendra dengan mata sayu “ Ha, gimana Pak?” . “ Ayo pulang sudah jam 11 siang,
nanti lanjutin tidur dirumah” Bapak Rendra.
Rendra langsung semangat dan membereskan semua peerlatan yang digunakan oleh mereka berdua. Matahari sangat terik, panas menembus tulang. Rendra harus menempuh 30 menit jalan kaki lagi untuk sampai di tempat parkir motornya. Rendra bertanya pada Bapaknya, “ jadi petani tidak enak ya Pak , pegel”. “Ya gitu Ren , makanya kamu jangan jadi tani ya heuheu” bercandaan Bapak nya. Setelah sampai rumah Rendra membuka pintu kulkas dan wajah nya dimasukan dalam freezer “ah seger”. “ Ren gimana jadi tani sehari enak nggak?” tanya Ibu Rendra. “Pegel Bu ndak enak panas lagi, besok ndak mau ikut kesawah lagi ah” kata Rendra.
Di negeri agraris yang subur dimana batu dan kayu bisa
menjadi tanaman tak menjamin hidup Rendra beserta keluarganya. Seperti
kebanyakan anak muda di desa Rendra akan merantau ke kota. Karena pusat-pusat
perkonomian berada di kota, Rendra harus meninggalkan desanya untuk mendapatkan
sebuah pekerjaan dan uang. Salah satu sebab orang desa berpindah ke kota karena
memang pembangunan ekonomi dinegeri Rendra 90 persen berada di kota, jadi mau
tidak mau jika ingin mempunyai pekerjaan dan uang banyak harus berangkat merantau
ke kota. Rencananya Rendra akan tinggal bersama dengan Pamannya di kota yang
memang sudah lama menetap disana.
Jago Muda nama bis yang akan dinaiki oleh Rendra ke kota.
Sambil menunggu bis berangkat Rendra minum kopi di sudut terminal. Mungkin manusia
modern mengira bahwa warung hanya soal ekonomi, tapi menurut Rendra warung
bukan hanya soal ekonomi tapi ada unsur budaya, tradisi, dan tata nilai sebuah
peradaban. Di warung terminal Rendra belajar bahwa kita dapat saling percaya
satu sama lain, antara sang penjual dan pembeli. Penjual tak melihat persis apa
yang dimakan oleh customernya (pembeli), maksudnya ingin ambil berapapun tempe,
tapi yang dihitung adalah jumlah tempe di ucapkan oleh sang pembeli. Ibaratnya Rendra ambil tempe 4 tetapi hanya
bilang ambil tempe 2 si penjual di peradan Rendra akan tetap percaya bahwa
Rendra hanya mengambil 2 tempe. Dan tidak akan ada yang mau berbohong soal
jumlah tempe yang diambil, karena masyarakat di peradaban Rendra masih
menjunjung tata nilai yang sangat luhur jika bahasa indahnya adalah “nanti
kalau kualat”.
Datang lah Bis besar berkapasitas sekitar 59 tempat duduk yang
bertuliskan ‘ Jago Muda’. Bis yang ditunggu Rendra menuju kota sudah datang.
“Jakarta - jakarta” kata seorang kondektur yang baru keluar dari dalam bis
besar itu. Rendra lalu meninggalkan
warung dipojok terminal tempat Rendra rehat. Masuklah Rendra di Bis itu lalu
duduk dibelakang si sopir dekat jendela. Satu demi satu para calon – calon
perantau, masuk kedalam bis ‘jago muda’. Mesin sudah dinyalakan dan Bapak
kondektur menutup pintu Bis antar provinsi ini. “Selamat jalan kampung halaman,
Aku pasti pulang” kata Rendra sambil melihat pemandangan terminal yang gegap
gempita.
Setelah hampir tiga jam Rendra main Handphone dan ‘plola –
plopo’ tidak jelas ,kantuk mulai datang. “Hahhhh, ternyata jauh juga ya Jakarta
sampai ngantuk” dengan cahaya mata yang tiggal satu watt. Karena tidur tak
tersadar Rendra sudah sampai dikota, Waktu itu Rendra sampai dikota Jakarta
masih sore dimana lembayung senja masih bermesraan dengan gedung – gedung
pencakar langit. “Mas bangun kita sudah sampai di Jakarta” kata Bapak
kondektur. Rendra yang masih menikmati tidurnya menjawab “Eee....iya Pak, Maaf
Saya ketiduran”. Rendra lalu merapikan semua barang – barangnya, dan turun dari
bis yang bernama ‘jago muda’ itu.
‘Selamat Datang di Jakarta’ tulisan yang terpampang di gapura terminal.
“Ren Rendra, sini!” kata seorang yang memakai topi berwarna cream dan memakai jaket kulit. Ternyata Rendra sudah ditunggu oleh Pamannya di terminal, karena Jakarta sangat luas dan tak terbatas bagi manusia yang baru datang ke Jakarta. Rencananya Rendra akan tinggal di jakarta dengan Paman dan Bu Dhe nya.
Sudah tiga bulan lebih Rendra numpang tidur dan makan di
rumah Pamannya, ada rasa tidak enak jika hidup nya di akomodasi terus oleh Paman
nya. Di ruang tamu waktu makan malam “Pak Dhe dan Bu Dhe, Rendra mau cari kos
atau kotrakan sendiri ya, soalnya biar ndak nyusahin Pak Dhe sama Bu dhe?” Kata
Rendra. Pak Dhe menjawab”Loh ada apa disini kan sudah enak Ren, Kamu nggak
perlu mikir biaya makan sama tempat tinggal. Lagi pula nanti Pak Dhe bilang apa
sama Bapak mu kampung?”. Rendra dengan nada memohon “Rendra ingin belajar
mandiri Pak Dhe, nanti biar Rendra sendiri yang bilang sama Bapak ya Pak Dhe”.
“Yaudah nanti kalo ada apa – apa Kamu bilang loh sama Pak Dhe soalnya ini
jakarta, biar bisa kontrol Kamu” Pesan Pak Dhe sama Rendra. Lalu besoknya
Rendra pamit dengan Paman dan Bu Dhe ingin cari tempat tinggal sendiri agar tak
menambah beban hidup Paman dan Bu Dhe nya.
Ningsih anak dari Saifudin Bapak pemilik kos datang, Bagai
ilham Rendra dalam waktu singkat mampu membuat kata-kata indah kepada Ningsih “Sawah
Ku adalah pemikiran Ku yang tak terbatas. Cangkul Ku adalah ilmu titen panemu
Ku. Dan yang Ku tanam adalah bunga mawar, yang wangiNya menyebar kan cinta
Kasih Kepada Mu”. Lalu Ningsih menjawab “Ih , apaan sih Ren”.
Ningsih datang dengan kata inspiratif “Kata seorang pengusaha
sukses untuk eksekusi Aku harus menggunakan otak kanan untuk mendobrak-dobrak
atau orang jawa bilang ‘babat alas’ , bisnis harus dimulai bukan ditanyakan
terus. Setelah bisnis berjalan kita gunakan otak kiri untuk managemant bisnis
kita”. Dengan bermodal kan kata-kata inspiratif itu Rendra memutuskan untuk
berjualan baju yang ditawarkan oleh Ningsih teman sekolahnya dulu.
Manusia modern terlalu menuhankan materialisme hingga mereka
mecita-cita kan sebuah pekerjaan yang condong kearah kemegahan, keegoisme hawa
nafsunya. Rendra menyimpulakan jika terlalu remeh mempunyai keinginan atau
bercita-cita menjadi polisi,tentara,Menteri bahkan Presiden. Sekarang Rendra
mengerti pekerjaan impiannya adalah mengayomi bumi bahkan yang lebih luas yaitu
alam semesta. “Apapun yang Aku kerjakan di hari itu adalah pekerjaan Ku” kata
Rendra. Rendra bertranformasi menjadi manusia multi-dimensi dia tak terikat
dengan suatu pekerjaan.