Cerpen Manusia Multi Dimensi


 

MANUSIA MULTI DIMENSI

Oleh : Wakhit Nur Ananda 

Malam ini bulan beserta staf-staf nya bintang-bintang merambah semua sudut langit raya. Hewan-hewan malam seperti walang kerik dan serangga lainnya mengisi konser orkestra gegap gempita. Rendra termenung karena besok adalah hari pengumuman kelulusan sekolahnya. Di atas kasur busa yang sudah gepeng Rendra menaruhkan kepalanya dibantal yang kerasnya seperti batu karena isinya adalah kain perca yang sudah tidak terpakai.”Bagaimana besok jika Aku lulus, mau kerja atau kuliah ya, kalo kerja mau kerja dimana, kalo kuliah uang siapa”. Pertanyaan-pertanyaan yang terngiang-ngiang di isi kepala Rendra. Saat ini Rendra adalah siswa yang akan memasuki dunia yang baru. Dunia manusia dewasa menentukan mau menjadi apa dia hidup. Tak menyadari Rendra tertidur, dan air liur Rendra malam ini bercampur dengan yang tersisa di bantalnya kemarin“heuheu”.

Matahari mulai mengintip dari ufuk timur, menandakan kegelapan sudah usai dan cahaya kasih sayang Tuhan akan menyinari bumi Ku.“Kur tekukur kur” Burung perkutut milik Ayah Rendra pun sudah berbunyi yang menandakan pagi sudah tiba. “Mas sudah siang loh, ayo bangun” Suara Ibu Rendra yang bersumber dari luar kamar .”Dengan setengah sadar Rendra yang masih mengantuk hanya menjawab”Ya Bu, sebentar”. Tak ubahnya Ia bangun dari tidurnya, Rendra malah tidur kembali. 15 menit berlalu dan Rendra masih tidur pulas. Kali ini Ibu Rendra membangunkan nya dengan suara yang lebih tinggi”Rendraa banguuuun sudah siang!” . Mendengar suara Ibunya yang keras Rendra langsung bangun dan bilang”Siap Bu”. Rendra bergegas untuk masuk ke kamar mandi. Bisa-bisanya bukannya cepat-cepat untuk mandi Dia malah rangkap kegiatan didalam kamar mandi yaitu mandi plus bernyanyi. Didalam kamar mandi Dia sambil menyanyi”Bang Toyib bang Toyib kenapa nggak pulang-pulang. Anak Mu-anak Mu rindu ingin bertemu”.

Setelah mandi Rendra kembali kemarnya lalu memakai seragam putih abu-abu yang tinggal hari ini ia memakainya. Sebelum berangkat sekolah Rendra menemui Ibunya di workstation kesayangan Ibu yaitu dapur. Rendra adalah anak keturunan orang jawa maka dari itu Dia memanggil Ibunya dengan sebutan “Mak’e” . Rendra berpamitan dengan Ibunya yang sedang menggoreng ikan asin “Mak, Rendra berangkat”. “Loh kok langsung berangkat ndak sarapan dulu?”. Rendra menenangkan dan mencium tangan Ibunya “tenang Mak, nanti sarapan disekolah saja, soalnya nanti takut telat ke sekolah”. “Ati-ati ya Dra ke sekolah nanti kalo dinyatakan lulus, kamu jangan ikut pawai-pawai ndak jelas loh”. “ Iya Bu” Rendra dengan mengiyakan permintaan Ibunya. “Oh iya Mak Bapak dimana?” Kata Rendra. “Bapak Mu udah berangkat kesawah Dra”. “Ya udah Mak, Rendra berangkat dulu , assalamualaikum”. “Waalaikumsalam”Ibu Rendra menjawab salam Rendra. Kemudian Rendra meninggalkan dapur workstation kesukaan Ibunya itu.

Rendra mengeluarkan motor Honda Astrea Star keluaran tahun 80-an miliknya. “Grengngengngeng...” suaru motor Rendra yang maco nan elegan. Dipakai lah helm retro warna hitam yang menambah keserasian gayanya. Di gas lah motor Rendra dengan tebaran asap knalpot kasih sayang. Di tengah perjalanan waktu diperempatan sebelum ke sekolahnya Rendra bertemu dengan Totok teman satu kelas Rendra. Rendra menghentikan motor antiknya “Tok Totok, ayo berangkat bareng sekolah dengan Aku”. Totok yang lagi sibuk main game dengan gadgetnya diatas kursi kuning dipinggir perempatan kaget seperti ada yang memanggil namanya, yang ternyata adalah Rendra teman satu kelas dengan nya. “Ya Ren, tunggu sebentar” Totok lalu berjalan menghampiri Rendra dan naik motor antik bergaya retro milik Rendra. Di perjalanan ke sekolah Rendra bertanya pada Totok “Tok biasanya pakai motor sendiri,memang kemana motor Mu?”Totok masih saja sibuk bermain game di gadget nya.“Tok,Totok” Rendra dengan nada ngegasnya.  Manusia modern khusus anak mudanya memang hobi bermain gadget hampir minimal satu jam sekali manusia modern atau milenial membuka gadgetnya, apalagi yang sangat kecanduan dengan game seperti Totok.

“E e.....gimana Ren, maaf tidak dengar” . Kata Totok kepada Rendra

 “Kamu Tok ditanya malah diam aja, Kamu kenapa Tok tidak bawa motor hari ini”. Pernyataan bernada kesal

“Maaf Ren namanya juga main game, harus fokus sama gadget. Aku tidak bawa motor karena tidak diperbolehkan sama orang tua Ku Ren”.

“Memangnya kenapa Tok?, biasanya juga pakai motor kalo ke sekolah”. Tanya Rendra keheranan.

“Orang tua Ku takut Ren, nanti kalo Aku ikut pawai kelulusan ndak jelas”. Klarifikasi Totok yang di berikan kepada Rendra.

“Oh, gitu” kata Rendra.

Tak terasa keasyikan mereka berdua membuat mereka tidak sadar sudah sampai didepan gerbang pintu sekolah. Masuk lah mereka berdua ke dalam sekolah.Ternyata teman-teman Rendra sudah ada diparkiran sekolah.“Awas-awas belalang tempur datang”. Kata Giarto salah satu teman Rendra. “Kampret lo To” jawab Rendra atas ejekan Giarto. “Ndak mau ganti motor Dra, ini sudah bukan jamannya baby boomers lagi loh, ini sudah jamannya milenial” Giarto mengejek lagi kepada Rendra. Rendra menjawab dengan elegannya” Ini bukan soal barang baru atau lama, juga bukan soal motor bagus sama jelek, tapi ini soal cinta ,heuheu....“.

 

“Pengumuman untuk semua siswa-siswi untuk menuju lapangan sekolah untuk informasi kelulusan sekolah, terima kasih” suara yang bersumber dari kantor tata usaha sekolah. Semua siswa memadati lapangan begitu juga Rendra.Terlihat sepuluh papan tulis dilapangan. Mungkin ini inisiatif dari pihak sekolah agar siswa dapat memperoleh informasi dengan mudah, dibuatlah 10 papan pengumunan. Rendra dinyatakan oleh pihak sekolah. “Selamat datang pengangguran-pengangguran baru” gumam Rendra dalam hati. Setelah Rendra mendapat informasi kelulusan Rendra memutuskan bertemu dengan guru-gurunya dikantor sendiri. Semua Siswa - siswi hanyut dengan irama kebahagian mereka sampai lupa berterima kasih kepada para guru-guru mereka. Berbeda dengan Rendra yang mengutamakan rasa berterima kasih yang tidak lain tidak bukan kepada orang tua nya disekolah yaitu Bapak Ibu guru. Rendra adalah jalan sunyi di gegap gempita jaman.

 

Rendra masuk ruang kantor sekolah yang berisi puluhan guru di sekolah nya. Rendra bersalaman dengan semua guru yang berada disana. “ Terima kasih ya Bu, telah membimbing Rendra, Rendra lulus juga berkat Ibu guru dan Bapak guru” ucapan Rendra kepada salah satu Ibu guru yang berada di kantor sekolah tersebut. Dan Ibu guru menjawab “Iya Ren, Kamu berbeda ya dengan teman-teman Kamu. Mereka pada seneng-seneng diluar sekolah Kamu malah datang kemari untuk berterima kasih kepada Kami(Guru)”.

 

Setelah dari ruang kantor sekolah Rendra diajak oleh Giarto untuk pawai kelulusan “Ren, ayo kita pawai dijalan sama temen-temen”. “ Ndak ah To, Aku ndak di bolehin orang tua Ku” Rendra menolak ajakan dari Giarto. “ Ayo lah Ren, ini waktu nya kita seneng-seneng setelah sekolah selama 3 tahun” Rayu Giarto dengan kata-kata indah agar Rendra terhanyut didalamnya. Tetapi Rendra masih teguh dengan pendiriannya “Nggak ah To, Aku pokoknya nggak ikut”. “Kamu nggak asik Ren” Kata Giarto meninggalkan Rendra. Ternyata sekolah modern hanya membebani para siswa-siswinya, hingga mereka merasa harus ada yang di limpahkan , melampiaskan karena sudah tiga tahun berkutat dengan buku-buku.

 

Rendra akhirnya memutuskan untuk pulang untuk mengabarkan kelulusan dirinya pada sang Ibu di rumah. Saat Rendra perjalanan pulang banyak siswa-siswi yang membanjiri jalan - jalan. Entah kapan dan persisnya budaya corat - coret, pawai ini dimulai. Semua siswa - siswi sekolah teman Rendra hanyut dengan kebahagian semu dunia. Entah apa yang membuat para siswa - siswi seperti macan yang keluar kandang nya. Sebenarnya semua yang terjadi pawai corat-coret baju adalah output dari pendidikan dinegeri antah-berantah tempat tinggal Rendra. Sekolah diperadaban Rendra memang hanya mengurusi pintar, pendidikan tidak mengurusi akhlak, tingkah laku dari siswa - siswinya. Sekolah modern dikhusus kan untuk training calon - calon buruh , calon - calon pegawai, pekerjan yang memenuhi kriteria dari Industri. Tetapi anehnya dinegeri antah - berantah di peradaban Rendra walaupun sekolah sudah dikhusus kan untuk memenuhi kriteria sebagai pegawai - pegawai industri masih saja sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

 

Saat sampai pada perempatan menuju ke rumah Rendra ada anak sekolah yang lagi pawai tertabrak truk. Tetapi Rendra tidak memperdulikan siapa yang tertabrak truk itu. Karena bagi Rendra  memang bukan seperti itu merayakan sebuah kelulusan sekolah. Salah satu sebab yang lain membuat Rendra tidak menggubris kecelakaan itu adalah ingin segera sampai rumah dan mengabarkan kelulusan pada orang tuanya. Padahal yang tertabrak truk adalah teman Rendra Giarto yang sebelumnya mengajak Rendra untuk merayakan kelulusan. “Aduh.....kaki Ku, astagfirullahal’adim ” rintih Giarto yang masih sedikit tersadar dan ternyata kaki nya sebelah kiri patah.

 

Sampailah Rendra dirumah, langsung saja Rendra mencari kedua orang tua nya “Assalamualaikum, Bu Bapak?”. Ibu dan Bapak Rendra ternyata sedang makan diruang makan. Bapak Rendra yang mendengar pertama suara teriakan Rendra kaget dan menjawab “Waalaikumsalam, gimana Ren?”. “Pak Bu, Rendra dinyatakan lulus oleh pihak sekolah” Jawaban Rendra sambil menarik nafas kelelahan karena lari saat mencari kedua orang tuanya. “Alhamdulillah, ayok makan dulu” Bapak Rendra mempersilahkan Rendra untuk makan. Sepertinya kedua orang tua Rendra tidak terlalu antusias dengan kabar kelulusan Rendra. Karena memang bukan kelulusan hal yang berarti untuk orang tua Rendra. Yang terpenting bagi orang tua Rendra adalah Rendra tidak ikut pawai tidak jelas dan pulang dengan selamat.

 

Keesokan harinya pagi sangat cerah Rendra diajak oleh Bapaknya ke sawah. Waktu mereka makan Bapak Rendra berkata “Ren, kamu kan sudah tidak sekolah sambil mencari pekerjaan pagi ini kamu ikut bapak disawah ya?”. “Emangnya kita ngapain nanti disawah Pak?” tanya Rendra yang memang dari kecil tidak diperbolehkan kesawah oleh orang tuanya agar fokus sekolah. “Nanti pokoknya kamu ikut saja Ren, agar kamu mengerti caranya menjadi petani pasti kamu seneng” sahut Bapaknya yang memang memberi tantangan untuk Rendra. Petani memang ingin anak nya tidak seperti mereka, karena menjadi petani itu tak seenak pekerjaan yang lain. Petani tidak ada yang menggaji, kadang malah tidak dapat apa – apa karena gagal panen. Apalagi hidup di negeri antah berantah yang pemerintahnya tidak memperdulikan masyarakatnya sama sekali. Dinegeri yang sangat sabar masyarakatnya yang dimana memberikan pekerjaan untuk wakil – wakilnya di parlemen. Wakil rakyat yang tidak pernah bertanya kepada rakyatnya tentang apa yang harus diwakilkan. Dimana semua mementingkan hawa nafsu nya untuk mengatur semua police – police (kebijakan – kebijakan) agar mereka legal melakukan eksploitasi apa pun dinegeri tempat Rendra tinggal.

 

Waktu Rendra dan Ibu nya masih makan, Bapak Rendra susah menyiapkan apa yang harus digunakan seperti pupuk urea, ember besar buat air yang akan digunakan menyirami tanaman jagung. Setelah semua siap dan sudah ditaruh diatas motor Rendra lalu dipanggil oleh Bapaknya “ Ren ,ayo kita berangkat”. “Iya Pak sebentar, Aku ambil topi” Rendra lari kekamarnya dan mengambil topi yang bertuliskan ‘SMA N 1 Kalisari’ yang digunakan Rendra biasanya di upacara sekolah, dan sekarang digunakan untuk upacara disawah dengan siap gerak.

 

Untuk ke sawah yang di punyai oleh Bapak Rendra yang jaraknya kurang lebih 12 km naik motor dan setelah memakirkan sepeda motornya Rendra dan Bapak nya harus berjalan kaki sekitar 20 menit. Diperjalanan Rendra melewati pohon – pohon seperti pohon jati, trembesi, mahoni dan tidak lupa para burung – burung yang membersamai Rendra ke sawah. “Pak ternyata jauh ya perjalanan kesawah kita, kita istirahat dulu” kata Rendra merengeh. “Kamu jangan lemah Ren menjadi laki – laki itu harus kuat, lagi pula sawah kita sudah kelehatan kok” Bapak Rendra memberikan motivasi kepada anak kesayangannya itu.

Sampai lah Rendra dengan banyak nya disawah miliknya. Terlihat tanaman jagung yang tingginya hampir sebahu orang dewasa, kira- kira 1 m yang dimana ini adalah waktu terakhir untuk menyirami tanaman jagung ini. “Ren ayah yang ambil airnya ke ember nanti kamu yang siram ke tanaman jagungnya ya”. Rendra dengan masih tidak percaya harus menyirami tanaman jagung yang bergitu lumayan luas “Ini beneran Pak, kita menyirami semua tanaman jagung ini?” . “Sudah Ren, yang penting kamu kerjakan nanti selesai sendiri” Bapak Rendra memotivasi anaknya yang memang generasi milenial yang sering berkutat dengan gadget bukan dengan pacul. “Mana mungkin Aku harus menyirami tanaman yang seluas ini” Rendra dengan mengeluh. Setelah baru 30 menit Rendra meminta untuk istirahat dulu kepada Bapak nya. “Pak istirahat dulu ya Rendra capek” rayu Rendra yang memang seperti nya sudah kelelahan. Bapak Rendra mengejek “ baru aja mulai udah istirahat”.

 

Rendra mencari tempat yang teduh yaitu pohon kembang turi putih. Angin yang sepoi – sepoi membelai Rendra, tak terasa Rendra tertidur di bawah pohon turi putih tersebut. Setelah beberapa jam Bapak Rendra menghampiri Rendra. Memang milenial tidak kuat jika diajak bekerja secara konvensional, diajak untuk kerja keras sebentar malah tidur. “ Ren ayo pulang, sudah selesai menyirami tanaman jagung nya” manggi Rendra yang memang sudah terlelap tidur. Rendra dengan mata sayu “ Ha, gimana Pak?” . “ Ayo pulang sudah jam 11 siang, nanti lanjutin tidur dirumah” Bapak Rendra.

 

Rendra langsung semangat dan membereskan semua peerlatan yang digunakan oleh mereka berdua. Matahari sangat terik, panas menembus tulang. Rendra harus menempuh 30 menit jalan kaki lagi untuk sampai di tempat parkir motornya. Rendra bertanya pada Bapaknya, “ jadi petani tidak enak ya Pak , pegel”. “Ya gitu Ren , makanya kamu jangan jadi tani ya heuheu” bercandaan Bapak nya. Setelah sampai rumah Rendra membuka pintu kulkas dan wajah nya dimasukan dalam freezer “ah seger”. “ Ren gimana jadi tani sehari enak nggak?” tanya Ibu Rendra. “Pegel Bu ndak enak panas lagi, besok ndak mau ikut kesawah lagi ah” kata Rendra.  


Di negeri agraris yang subur dimana batu dan kayu bisa menjadi tanaman tak menjamin hidup Rendra beserta keluarganya. Seperti kebanyakan anak muda di desa Rendra akan merantau ke kota. Karena pusat-pusat perkonomian berada di kota, Rendra harus meninggalkan desanya untuk mendapatkan sebuah pekerjaan dan uang. Salah satu sebab orang desa berpindah ke kota karena memang pembangunan ekonomi dinegeri Rendra 90 persen berada di kota, jadi mau tidak mau jika ingin mempunyai pekerjaan dan uang banyak harus berangkat merantau ke kota. Rencananya Rendra akan tinggal bersama dengan Pamannya di kota yang memang sudah lama menetap disana.

Jago Muda nama bis yang akan dinaiki oleh Rendra ke kota. Sambil menunggu bis berangkat Rendra minum kopi di sudut terminal. Mungkin manusia modern mengira bahwa warung hanya soal ekonomi, tapi menurut Rendra warung bukan hanya soal ekonomi tapi ada unsur budaya, tradisi, dan tata nilai sebuah peradaban. Di warung terminal Rendra belajar bahwa kita dapat saling percaya satu sama lain, antara sang penjual dan pembeli. Penjual tak melihat persis apa yang dimakan oleh customernya (pembeli), maksudnya ingin ambil berapapun tempe, tapi yang dihitung adalah jumlah tempe di ucapkan oleh sang pembeli.  Ibaratnya Rendra ambil tempe 4 tetapi hanya bilang ambil tempe 2 si penjual di peradan Rendra akan tetap percaya bahwa Rendra hanya mengambil 2 tempe. Dan tidak akan ada yang mau berbohong soal jumlah tempe yang diambil, karena masyarakat di peradaban Rendra masih menjunjung tata nilai yang sangat luhur jika bahasa indahnya adalah “nanti kalau kualat”.

Datang lah Bis besar berkapasitas sekitar 59 tempat duduk yang bertuliskan ‘ Jago Muda’. Bis yang ditunggu Rendra menuju kota sudah datang. “Jakarta - jakarta” kata seorang kondektur yang baru keluar dari dalam bis besar itu.  Rendra lalu meninggalkan warung dipojok terminal tempat Rendra rehat. Masuklah Rendra di Bis itu lalu duduk dibelakang si sopir dekat jendela. Satu demi satu para calon – calon perantau, masuk kedalam bis ‘jago muda’. Mesin sudah dinyalakan dan Bapak kondektur menutup pintu Bis antar provinsi ini. “Selamat jalan kampung halaman, Aku pasti pulang” kata Rendra sambil melihat pemandangan terminal yang gegap gempita.

Setelah hampir tiga jam Rendra main Handphone dan ‘plola – plopo’ tidak jelas ,kantuk mulai datang. “Hahhhh, ternyata jauh juga ya Jakarta sampai ngantuk” dengan cahaya mata yang tiggal satu watt. Karena tidur tak tersadar Rendra sudah sampai dikota, Waktu itu Rendra sampai dikota Jakarta masih sore dimana lembayung senja masih bermesraan dengan gedung – gedung pencakar langit. “Mas bangun kita sudah sampai di Jakarta” kata Bapak kondektur. Rendra yang masih menikmati tidurnya menjawab “Eee....iya Pak, Maaf Saya ketiduran”. Rendra lalu merapikan semua barang – barangnya, dan turun dari bis yang bernama ‘jago muda’ itu.  ‘Selamat Datang di Jakarta’ tulisan yang terpampang di gapura terminal.

“Ren Rendra,  sini!” kata seorang yang memakai topi berwarna cream dan memakai jaket kulit. Ternyata Rendra sudah ditunggu oleh Pamannya di terminal, karena Jakarta sangat luas dan tak terbatas bagi manusia yang baru datang ke Jakarta. Rencananya Rendra akan tinggal di jakarta dengan Paman dan Bu Dhe nya.

 

Sudah tiga bulan lebih Rendra numpang tidur dan makan di rumah Pamannya, ada rasa tidak enak jika hidup nya di akomodasi terus oleh Paman nya. Di ruang tamu waktu makan malam “Pak Dhe dan Bu Dhe, Rendra mau cari kos atau kotrakan sendiri ya, soalnya biar ndak nyusahin Pak Dhe sama Bu dhe?” Kata Rendra. Pak Dhe menjawab”Loh ada apa disini kan sudah enak Ren, Kamu nggak perlu mikir biaya makan sama tempat tinggal. Lagi pula nanti Pak Dhe bilang apa sama Bapak mu kampung?”. Rendra dengan nada memohon “Rendra ingin belajar mandiri Pak Dhe, nanti biar Rendra sendiri yang bilang sama Bapak ya Pak Dhe”. “Yaudah nanti kalo ada apa – apa Kamu bilang loh sama Pak Dhe soalnya ini jakarta, biar bisa kontrol Kamu” Pesan Pak Dhe sama Rendra. Lalu besoknya Rendra pamit dengan Paman dan Bu Dhe ingin cari tempat tinggal sendiri agar tak menambah beban hidup Paman dan Bu Dhe nya.  

  

Ningsih anak dari Saifudin Bapak pemilik kos datang, Bagai ilham Rendra dalam waktu singkat mampu membuat kata-kata indah kepada Ningsih “Sawah Ku adalah pemikiran Ku yang tak terbatas. Cangkul Ku adalah ilmu titen panemu Ku. Dan yang Ku tanam adalah bunga mawar, yang wangiNya menyebar kan cinta Kasih Kepada Mu”. Lalu Ningsih menjawab “Ih , apaan sih Ren”.

 

Ningsih datang dengan kata inspiratif “Kata seorang pengusaha sukses untuk eksekusi Aku harus menggunakan otak kanan untuk mendobrak-dobrak atau orang jawa bilang ‘babat alas’ , bisnis harus dimulai bukan ditanyakan terus. Setelah bisnis berjalan kita gunakan otak kiri untuk managemant bisnis kita”. Dengan bermodal kan kata-kata inspiratif itu Rendra memutuskan untuk berjualan baju yang ditawarkan oleh Ningsih teman sekolahnya dulu.

 

Manusia modern terlalu menuhankan materialisme hingga mereka mecita-cita kan sebuah pekerjaan yang condong kearah kemegahan, keegoisme hawa nafsunya. Rendra menyimpulakan jika terlalu remeh mempunyai keinginan atau bercita-cita menjadi polisi,tentara,Menteri bahkan Presiden. Sekarang Rendra mengerti pekerjaan impiannya adalah mengayomi bumi bahkan yang lebih luas yaitu alam semesta. “Apapun yang Aku kerjakan di hari itu adalah pekerjaan Ku” kata Rendra. Rendra bertranformasi menjadi manusia multi-dimensi dia tak terikat dengan suatu pekerjaan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »